Selasa, 05 Juni 2012

Ini Ceritaku tentang Ayah


Banyak orang bilang wajahku sangat mirip dengan ayah. Dari kecil aku dekat dengan ayah. Dari kelas satu sampai kelas enam SD setiap pagi ayah selalu mengantarku ke sekolah padahal jarak dari rumah ke sekolah sekitar 7 km dan ayah harus langsung menuju ke kantor yang tidak searah dengan sekolahku. Satu yang tidak bisa aku lupakan yaitu waktu SD kelas satu ayahlah yang menuliskan namaku di buku-buku tulisku karena waktu itu tulisanku masih acak-acakan. Hingga kelas enam ayah masih menuliskan namaku di buku-buku tulisku. Walaupun sebenarnya aku sudah bisa menuliskan namaku sendiri di buku-buku tulisku, tapi aku selalu meminta ayah untuk menulisakan namaku. Karena menurutku waktu itu gak afdhol kalo bukan ayah yang menulis. Ayah menuliskan namaku seperti seorang guru menulis nama muridnya di ijazah kelulusan. Sangat rapi dan khas tulisan orang tua.

Waktu kecil dulu aku sering menangis jika ayah belum pulang juga dari kantor. Yang aku ingat sekali waktu itu ayah pulang terlambat dari kantor. Aku hanya berdua di rumah dengan ibuku. Lagi – lagi aku menangis, tapi kali ini aku beralasan aku menangis bukan karena menunggu ayah tapi aku beralasan sakit gigi dan ibuku langsung membuatkan aku air garam dan aku disuruh kumur-kumur dengan air garam itu. Akupun menurutinya tapi setelah air garamnya habis aku masih tetap menangis dan akhirnya ibuku  tahu kalo aku hanya beralasan, haha…

Waktu itu kalau tidak salah aku kelas 3 SD. Aku di beri tugas oleh guruku untuk menggambar motif batik. Aku sudah menggambarnya dan sudah aku kumpulkan tapi kata guruku aku harus mengulanginya lagi. Entah apa alsannya aku tidak tau. Sampai rumah aku mengulang menggambar batik satu halaman penuh buku gambar. Tapi karena waktu itu hari sudah malam dan batikku belum selesai, aku putus asa dan menangis di kamar di temani ibuku dan akhirnya aku tertidur. Keesokan paginya saat aku membuka mata ayah sudah berada di hadapanku dengan membawa buku gambar yang telah penuh dengan gambar batik. Yup! Semalam ayah yang melanjutkan gambar batikku.

Salah satu hobyku adalah membaca. Hal Ini  tidak lepas dari peran ayah. Waktu kecil dulu hari yang paling aku tunggu selain hari Minggu adalah hari Jumat. Karena di hari jumat itu ayah selalu membawakanku majalah Bobo. Ya! Majalah Bobo adalah majalah favoritku dulu. Aku suka membaca cerita-cerita yang ada di majalah Bobo. Dan tanpa disadari hal itu membawa pengaruh besar terhadap diriku hingga di usiaku saat ini, aku suka membaca dan dari membaca itu aku ingin menjadi seorang penulis. Yup! Seorang penulis yang bisa memberikan manfaat dan inspirasi bagi banyak orang.


Aku suka membaca novel atau cerpen. Ini juga tidak lepas dari peran ayah. Waktu kecil sebelum tidur ayah sering membacakan dongeng untukku. Dongeng favorit ayahku adalah Si Kancil Mencuri Timun. Ayah sering sekali membacakan dongeng tersebut sampai aku hafal jalan ceritanya, tapi anehnya aku tidak merasa bosan, karena menurutku pada saat mendongeng ayah berekspresi layaknya seorang pendongeng profesional. Mungkin karena hal itulah aku suka pada sebuah cerita. Suatu saat aku ingin membuat sebuah novel. Aku sering berkhayal atau berimajinasi tentang tokoh-tokoh karanganku dan juga jalan ceritanya. Dalam dunia nyata kadang aku juga berkhayal atau berimajinasi tentang suatu hal, sampai-sampai ada temanku yang mengatakan kalau khayalanku ini tingkat tinggi, hehe... Hingga pada suatu saat aku harus tidur terpisah dari ayah ibuku. Ayah tidak pernah mendongeng lagi. Entah ada hubungannya atau tidak mulai saat itu aku sering susah tidur hingga usiaku dewasa saat ini. Sebagai gantinya kalau hari sudah larut dan mataku masih betah melek, aku mengambil buku sebagai pengantar tidur.

Beranjak dewasa aku belajar mandiri, saat SMP aku mulai pulang dan pergi ke sekolah sendiri dengan menggunakan angkot. Tapi kadang ayah juga mengantar atau menjemputku karena jarak sekolahku dan kantor ayah lumayan dekat. Kenangan yang paling aku ingat saat SMP bersama ayah adalah waktu aku dan teman-temanku ingin menonton film Ada Apa Dengan Cinta. Film yang waktu itu sangat booming. Aku mengatakan pada ayah kalo ingin menonton film tersebut bersama kelima orang temanku dan aku ingin ayah memesan tiket kepada temannya yang bekerja di bioskop. Awalnya ayah tidak mau karena sebelumnya sudah meminta tiket kepada temannya itu untuk menonton film Petualangan Sherina bersama keluarga, tapi karena aku sudah terlanjur bilang kepada teman-temanku kalo aku bisa memintakan tiket pada ayahku akhirnya ayah menuruti permintaanku. Ayah langsung menghubungi temannya dan tidak lama kemudian enam buah tiket sudah ada di tanganku. Tidak hanya itu ayah bersedia mengantarku dan teman-temanku sampai di bioskop.

Di SMA, karena sekolahku dekat dari rumah aku hanya berjalan kaki kira – kira 5 menit. Hampir tidak pernah ayah mengantar atau menjemputku kecuali kalau kepepet, sudah hampir terlambat datang ke sekolah misalnya, itupun aku sudah malu sama teman-temanku karena diantar orang tua, hehe.... Suatu ketika, waktu itu aku kelas 2 SMA, aku akan melakukan studi tour ke Jogjakarta. Karena bawaanku lumayan banyak aku diantar ayah ke sekolah. Begitu juga dengan teman-temanku. Begitu sampai sekolah, para orang tua yang mengantar teman-temanku langsung pulang, tapi tidak begitu dengan ayahku, ayahku malah menuju halaman masjid yang kebetulan letaknya berhadapan dengan sekolahku dan duduk-duduk di situ menungguku hingga bis yang akan membawaku menuju Jogjakarta hilang dari pandangannya. Aku sempat berniat untuk menyuruh ayah pulang karena aku merasa malu di tungguin ayah, tapi untungnya hal itu urung aku lakukan, aku membirkan ayah menunggu sementara aku asyik bercanda dengan teman-temanku. Ah, ayah...

Saat kuliah aku ingin membawa sepeda motor sendiri ke kampus, tapi mungkin waktu itu ayah ibuku masih khawatir aku membawa sepeda motor sendiri, akhirnya untuk sementara, jika aku ada kuliah pagi aku berangkat bersama ayahku dengan menggunakan mobil. Dan tidak jarang setalah mengantarku ayah lanjut mengantarkan adikku yang SMP Lagi, kampusku, sekolah adikku, dan kantor ayahku tidak searah. Hal ini berlangsung kurang lebih satu setengah tahun. Hingga pada suatu pagi setelah mengantar adikku, saat perjalanan menuju kantor ayah mengaku mengalami hilang ingatan. Ayah hanya bolak-balik di jalan yang sama selama hampir 20 menit. Ayah tidak melanjutkan perjalanan ke kantor melainkan langsung pulang ke rumah. Setelah sampai di rumah ternyata tekanan darah ayah tinggi. Esoknya ayah berobat ke dokter dan ternyata harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan harus menjalani pemeriksaan MRI. Diagnosa dokter ayah menderita stroke atau ada penyumbatan di kepala.


Tepat 4 Mei 2012 kemarin 5 tahun sudah ayah meninggalkan aku, ibuku, dan dua adikku. 4 Mei 2007 ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Ayah tidak mampu melawan penyakit yang dideritanya selama kurang lebih 6 bulan. Waktu itu usiaku masih 19 tahun dan masih duduk di bangku kuliah semester 4. Adikku yang pertama masih SMA kelas 2 dan yang kedua SMP kelas 1. Tak terasa sudah 5 tahun kami hidup tanpa sosok seorang ayah. Selama 5 tahun pula kami berusaha survive bertahan di tengah berbagai cobaan dan itu semua membuat kami semakin kuat dan semakin semakin tegar. Ya Allah.... ampunilah segala dosa ayahku, terimalah iman islamnya, terimalah amal ibadahnya, dan lapangkanlah kuburnya. Berilah kami sekeluarga kesabaran dan ketabahan dan jadikan kami hambamu yang selalu bersyukur. Aamiin...........


Ada satu ciri khas ayahku kalo pulang kantor. Rumahku tepat berada di pojok perempatan. Kalo ayah pulang selalu membunyikan klakson sebelum berhenti atau masih sampai di jalan samping rumah. Kami sekelurga sudah hafal kebiasaan ayahku dan hafal bagaimana bunyi klaksonnya. Hingga saat ini setiap ada bunyi klakson dari samping rumah kami selalu teringat ayah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar